Jakarta (ANTARA) - Pemerintah bersama perusahaan serta asosiasi penyedia asuransi dan reasuransi kini tengah menyusun sistem agar klaim asuransi parametrik kebencanaan berdasarkan curah hujan dan magnitudo gempa yang bisa dicairkan dalam waktu 7-14 hari.
Kepala Departemen Industry Research Indonesia Re Fiza Wira Atmaja menyatakan bahwa proses klaim asuransi parametrik berbeda dengan asuransi indemnity (ganti rugi), sehingga pembayaran klaim dapat dilakukan lebih cepat agar bisa digunakan sebagai sumber dana selama masa tanggap darurat.
"Kalau yang parametrik ini kebutuhannya bukan leveraging (peningkatan manfaat) ya, tapi kebutuhannya dana cepat. Jadi, bagaimana kami bisa menyusun sistem yang dapat mencairkan itu dalam waktu 7 sampai 14 hari," ujar Fiza dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Ia menjelaskan pembayaran klaim asuransi indemnity berdasarkan rate tertentu, misalnya 0,05 persen untuk bencana banjir dan hingga 0,2 persen untuk gempa, sehingga penggantiannya dapat mencapai 500 hingga 2.000 kali dari harga premi.
Sementara, asuransi parametrik secara langsung membayar klaim berdasarkan parameter atau indikator tertentu, sehingga semakin tinggi curah hujan, maka nilai pembayaran klaimnya juga semakin besar.
Berdasarkan hal tersebut, Fiza mengatakan asuransi parametrik memiliki keunggulan dalam kecepatan pengurusan klaim karena tidak perlu melakukan proses assessment atau pendataan serta penilaian besarnya kerusakan dan kerugian yang diakibatkan oleh bencana.
Namun, ia menilai sistem tersebut pula yang menjadi kelemahan asuransi parametrik karena dapat menimbulkan basis risk, yaitu perbedaan nilai kerugian antara yang dibayarkan dengan yang kerugian sebenarnya.
Misalnya, nasabah di suatu daerah terkena banjir akibat curah hujan yang tinggi, tapi karena sistem drainase yang baik, banjir yang terjadi terlalu parah.
Namun, nasabah tersebut tetap akan mendapatkan nilai penggantian yang besar karena nilai penggantian berdasarkan tingkat curah hujan, meskipun kerugian yang diderita kecil karena banjir yang terjadi tidak parah.
"Kalau (asuransi) indemnity pasti sama (nilai penggantiannya) kan, karena di-assess nilainya (kerugian) sekian terus dibayarkan perusahaan asuransi (juga sama) sekian. Tapi, kalau parametrik kan ketika curah hujannya tinggi, kami bayar tinggi juga, tapi kan belum tentu di wilayah itu banjirnya juga tinggi (parah)," jelas Fiza.
Baca juga: Perusahaan asuransi-OJK targetkan produk parametrik terealisasi 2026
Baca juga: Indonesia Re perkuat kapasitas penilaian risiko lewat pelatihan RMI
Baca juga: Indonesia Re: Konsolidasi reasuransi bisa serap premi ke dalam negeri
Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.