Seluruh delegasi Indonesia dalam Global Sumud Flotilla memutuskan untuk tidak berlayar ke Gaza. Keputusan itu diambil usai mempertimbangkan sejumlah situasi terkini di Tunisia.
Berdasarkan rilis Indonesia Global Peace Convoy Indonesia (IGPC), sejumlah kendala yang ditemukan adalah cuaca ekstrem yang menyebabkan kerusakan pada kapal, termasuk armada GSF dari Spanyol yang singgah di Tunisia.
"Dengan demikian, jumlah kapal siap layar berkurang banyak, sementara peserta terus membeludak. Steering committee Globlal Sumud Flotilla memutuskan untuk mengurangi jumlah peserta, sesuai dengan ketersediaan kapal,'' tulis rilis IGPC dikutip kumparan, Jumat (12/9).
Jumlah kapal yang berkurang akhirnya mendorong IGPC untuk tidak ikut berlayar. Adapun IGPC sebenarnya sudah memiliki lima kapal untuk berlayar. Kapal-kapal yang sudah diberi nama pahlawan nasional itu akan diserahkan ke relawan internasional.
Sedianya, ada 30 relawan Indonesia yang secara fisik dan mental sudah siap berlayar dalam misi yang penuh risiko. Mereka juga sudah mendapat pelatihan intensif di Tunisia. Namun, kursi kapal tersebut akhirnya diserahkan ke relawan internasional.
"Memberikan jatah kursi peserta Indonesia kepada peserta internasional lain," lanjutnya.
Menurut IGPC, keputusan ini diambil sebagai langkah strategis untuk menjamin kesuksesan misi Global Sumud Flotilla.
"Dengan ini, IGPC kembali ke Indonesia untuk mempersiapkan misi berikutnya dengan serius, profesional, dan terencana, karena perjuangan membuka blokade Gaza adalah perjalanan panjang yang memerlukan kesabaran, strategi, dan kolaborasi berkelanjutan," pungkasnya.
Sejak 31 Agustus 2025, IGPC yang terdiri dari wakil NGO, figur publik, medis, dan jurnalis, telah berangkat ke Tunisia untuk bergabung dalam Global Sumud Flotilla, sebuah misi maritim terbesar yang diikuti lebih dari dari 1.000 lebih peserta dari 47 negara dengan sekitar 80 kapal.
Misi ini bertujuan untuk menembus blokade Gaza, membuka jalur kemanusiaan, dan menggugah kesadaran dunia atas genosida yang sedang berlangsung. Flotilla ini juga menegaskan dirinya sebagai sebuah gerakan damai tanpa kekerasan (non-violence), semata-mata untuk misi kemanusiaan.
Selama hampir dua pekan di Tunisia, peserta GPC Indonesia aktif mengikuti pelatihan, berkoordinasi lintas negara, serta menyiapkan berbagai hal untuk pelayaran. Namun perjalanan itu menghadapi berbagai masalah yang sangat kompleks.