Liputan6.com, Jakarta Alih-alih pergi ke dokter gigi, sebagian orang masih mengandalkan cara tradisional untuk mengatasi sakit gigi. Mulai dari berkumur air garam hingga mengunyah bawang putih.
“Di masyarakat kita masih ada yang menggunakan berbagai macam pengobatan tradisional ya. Tentunya ada yang menggunakan air garam, ada juga yang menggunyah bunga cangkeh, ada juga yang menggunakan bawang putih,” sebut Ketua Umum PB PDGI, Usman Sumantri, dalam acara media briefing Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Nasional 2025 pada Kamis, 11 September 2025.
Cara-cara ini sudah turun-temurun digunakan meski tidak sepenuhnya efektif. Meski begitu, Usman mengatakan cara tersebut masih bisa mengurangi rasa sakit. Sifat antiseptik pada garam bisa membantu mengurangi perkembangan bakteri.
“Karies gigi yang berperan terbesar itu kan bakteri Streptococcus. Streptococcus itu yang mutans, itu bsa dkurangi dengan kebiasaan-kebiasaan ini,” jelas Usman.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI, dokter Siti Nadia Tarmizi, juga menyebut garam bisa menghilangkan rasa sakit karena garam mengandung larutan NaCL yang sifatnya seperti antiseptik.
“Tapi itu bukan antiseptik yang betul-betul untuk pengobatan. Hanya sebenarnya mungkin seperti kumur-kumur ya, tapi kemudian memang tidak betul-betul menyembuhkan penyakit,” sebut Nadia.
Ini berarti, penggunaan garam atau bawang putih hanya memberikan rasa lega sementara, bukan solusi permanen. Infeksi gigi tetap harus ditangani dengan perawatan medis.
Kebiasaan 'Kalau Tidak Sakit Tidak Berobat' Mesti Diubah
Fenomena ini terjadi karena masih banyak masyarakat yang memegang prinsip ‘kalau tidak sakit tidak berobat’.
Menurut Nadia, ketika masyarakat mengalami sakit gigi, lalu meminum obat antinyeri, maka upaya masyarakat untuk menangani sakit gigi hanya akan berhenti di tahap itu. Padahal, masalah pada gigi harus diobati karena sifatnya yang membahayakan kesehatan.
“Kalau sakit gigi kan biasanya saat dia infeksi itu atau meradang itu sakitnya yang baru terasa ya. Tapi kalau proses meradangnya sudah selesai biasanya juga ditambah dengan minum-minuman antinyeri dan sebagainya itu sudah tidak merasa sakit lagi. Dan itu biasanya orang kita itu kalau kita tidak sakit kita tidak berobat,” ujarny.
Kebiasaan mengobati sendiri memang bisa meredakan sementara, namun tidak menyelesaikan akar masalah. Infeksi gigi yang dibiarkan justru bisa menyebar ke pembuluh darah dan berisiko mengganggu organ vital, termasuk jantung.
Bahaya Mengabaikan Perawatan Medis
Sebagian metode tradisional seperti berkumur air garam bisa membantu sementara tapi cara ini tidak bisa menggantikan perawatan medis. Mengabaikan penanganan dokter berisiko memunculkan komplikasi.
Nadia menyebut, gigi memiliki banyak pembuluh darah di bawahnya, sehingga jika infeksi gigi terus dibiarkan, infeksi bisa menembus pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh.
“Kalau ada gigi kita berlubang ataupun kemudian ada infeksi itu kan banyak mengandung bakteri, virus yang kemudian dengan mudah dia akan masuk ke dalam pembuluh darah kita. Nah kalau dia sudah masuk ke dalam pembuluh darah, dia bisa kemudian beredar di seluruh organ tubuh kita. Dan dia bisa kemudian terutama adalah misalnya menginfeksi jantung,” jelas dr. Nadia .
Hal ini membuktikan sakit gigi bukan sekadar masalah lokal. Infeksi kecil di mulut bisa berujung penyakit serius. Mengandalkan obat tradisional saja tidak cukup, tetap diperlukan pengobatan medis.
Pentingnya Perawatan Gigi
Untuk mengurangi ketergantungan pada pengobatan tradisional yang belum terbukti, pemerintah bersama Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) menggencarkan program edukasi. Mulai dari pemeriksaan gigi gratis, kampanye sikat gigi benar selama 2 menit, hingga pemberian fluoride topikal pada anak.
“Kenapa kemudian kita mendorong adanya PKG atau pemeriksaan kesehatan gratis adalah bagaimana membuat masyarakat kita sebelum sakit, yuk tahu dulu kondisi kesehatan kita,” tutur Nadia .
Usman juga turut menyampaikan upaya untuk mencegah masalah kesehatan gigi yang bisa dilakukan secara mandiri.
“Kurangi konsumsi gula yang berlebihan, pemeriksaan gigi minimal 6 bulan sekali, dengan waktu yang tepat, sikat gigi yang benar,” ujarnya .