Liputan6.com, Jakarta - Mantan pelatih ganda campuran Indonesia Richard Mainaky menyebut saat ini ada empat atlet muda yang berpotensi jadi tulang punggung masa depan badminton Indonesia.
Mereka adalah pasangan ganda campuran Jafar Hidayatullah dan Felisha Alberta Nathaniel Pasaribu, tunggal putra Alwi Farhan, serta tunggal putri Putri Kusuma Wardani.
Sebagaimana diketahui, Jafar/Felisha memang sukses mencuri perhatian setelah keluar sebagai juara Taipei Open 2025 pada Mei lalu.
Mereka telah mencatatkan debut di Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 2025, meski langkahnya dihentikan oleh pasangan Malaysia Chen Tang Jie/Toh Ee Wei lewat pertarungan sengit rubber game 14-21, 21-19, dan 21-17 pada 28 Agustus.
Di sisi lain, Alwi Farhan juga baru saja menjuarai Macau Open 2025. Sementara itu, Putri Kusuma Wardani membuat pencapaian gemilang dengan menjadi semifinalis Kejuaraan Dunia 2025 lantaran dihentikan Akane Yamaguchi asal Jepang di empat besar.
"Kalau kita lihat, di ganda campuran ada seperti Felisha (dan Jafar). Itu satu otomatis (pemain) masa depan kita," ujarnya saat ditemui awak media di GOR Djarum, Jati, Kudus pada Senin (8/9/2025).
"Tunggal putra (juga ada) Alwi ya. Lalu ke bawah Putri KW, tunggal putri. Sebetulnya ada potensi-potensi generasi yang bagus ke depan," tambah pria yang pernah mengantar Liliyana Natsir dan Tontowi Ahmad meraih medali emas Olimpiade Rio 2016 itu.
Ganda putra Indonesia Mohammad Ahsan dan Hendra Setiawan sukses raih emas di kejuaraan dunia bulu tangkis 2019 di Swiss hari Minggu (25/8/2019). Mereka tumbangkan Ganda putra Jepang di partai final.
Sering Antiklimaks
Terlepas dari adanya bibit menjanjikan, Richard Mainaky menilai stakeholder bulu tangkis, baik klub maupun federasi masih punya PR besar mencari solusi untuk menjaga konsistensi atlet.
Pasalnya hingga kini, tak sedikit atlet yang antiklimaks lantaran prestasinya mandek begitu tiba di pelatnas.
"Sekarang pekerjaan rumah kita itu, setelah mereka lolos di audisi (untuk dibina di klub), lolos karantina, itu (perlu dilihat) perkembangannya seperti apa," kata Richard lagi.
"Kita lihat audisi itu (pesertanya bisa sampai) dua ribuan, tetapi kenapa kalau sampai di pelatnas kita susah cari atlet (berkualitas)? Susah, kehabisan bakat. Nah, ini PR buat kita," imbuhnya.
Sarankan Klasifikasi Atlet
Untuk itu agar bakat menjanjikan tak terbuang sia-sia, Richard Mainaky menyarankan agar pelatih di PBSI membuat sistem klasifikasi yang memisahkan para pemain elite untuk diikutsertakan dalam Olimpiade.
Mekanisme ini pernah idlakuka Richard dahulu kala saat masih melatih ganda campuran pelatnas. Dia kala itu memisahkan pasangan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir serta Praveen Jordan/Debby Susanto dari pemain lain agar lebih fokus mempersiapkan diri menatap turnamen bergengsi.
"Sekarang kita harus bikin tim elite untuk Olimpiade. Jadi tim (itu ada) tim elite buat olimpiade, kemudian ada pelatnas utama pertama, dan pratama," katanya lagi.
"Kalau tim elite itu sudah tidak bisa ganggu, dia harus diberi fasilitas yang di atas, makan secara pisah, saya dulu bikin seperti itu (di pelatnas)," tandas Richard.
Jadi Pencari Bakat Audisi Umum PB Djarum
Untuk diketahui, Richard Mainaky saat ini sedang menjadi tim pencari bakat dalam Audisi Umum PB Djarum 2025.
Ajang yang dimakskudkan untuk menjaring talenta guna dibina di PB Djarum itu bergulir mulai Senin (8/9/2025) dengan diawali tahap screening.
Para atlet yang mengikuti audisi terdiri atas sembilan kategori, yakni KU 11 putra dan putri, KU 12 putra dan putri, U-11 puta dan putri, U-15 putra dan putri, serta U-17 putra.
Di tahap screening, peserta cuma bermain satu gim hingga poin ke-21 tanpa adanya deuce atau setting. Pemain yang menang berhak melaju ke fase turnamen yang terdiri atas 64 besar putra atau 32 besar putri.
Pada babak turnamen, gugur kembali diterapkan, dengan atlet putra yang lolos hingga semifinal berhak mendapatkan super tiket untuk dikarantina, sementara putri harus mencapai final agar bisa mendapat kesempatan serupa.