Ramallah (ANTARA) - Palestina pada Jumat (12/9) menyambut baik voting Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengadopsi dan menyetujui Deklarasi New York, menggambarkannya sebagai hasil utama konferensi PBB tentang penyelesaian damai atas isu Palestina dan implementasi solusi dua negara.
Dalam pernyataan pers, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Palestina mengatakan bahwa 142 negara memberikan suara untuk mendukung resolusi tersebut, sementara 12 negara abstain, dan 10 negara tidak setuju.
Kemenlu Palestina memuji sikap negara-negara yang mensponsori, mendukung, dan memberikan suara untuk mendukung resolusi tersebut.
Kemenlu Palestina juga mendesak negara-negara anggota PBB untuk melaksanakan hasil konferensi internasional tersebut terkait solusi dua negara dan menekan Israel agar menghentikan operasi militer, menyetujui gencatan senjata, mengakhiri penggunaan kelaparan "sebagai senjata perang," mencegah pengungsian paksa, serta membebaskan tahanan dan sandera.
Dalam pernyataan pers di platform media sosial X, Wakil Presiden Palestina Hussein al-Sheikh mengatakan keputusan Majelis Umum PBB mencerminkan keinginan masyarakat internasional dalam mendukung hak-hak rakyat Palestina.
Dirinya menekankan bahwa pengadopsian tersebut merupakan langkah penting menuju berakhirnya "pendudukan Israel" dan mewujudkan negara Palestina yang merdeka berdasarkan perjanjian perbatasan 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Dukungan PBB tersebut diberikan beberapa hari setelah Israel melancarkan serangan mendadak di Doha pada Selasa (9/9) untuk membunuh Khalil al-Hayya, seorang pemimpin senior di biro politik Hamas, dan para pemimpin Hamas lainnya yang bertemu untuk membahas proposal gencatan senjata Gaza yang diajukan oleh Amerika Serikat.
Hamas kemudian melaporkan bahwa al-Hayya selamat dari serangan tersebut. Namun, serangan itu menewaskan putranya dan salah satu ajudan utamanya.
Pada Jumat, Hamas mengatakan al-Hayya melaksanakan salat jenazah untuk putranya dan korban lain yang tewas dalam apa yang digambarkannya sebagai percobaan pembunuhan berbahaya di Doha.
Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.