PENELITI Indonesia Corruption Watch atau ICW Wana Alamsyah mengatakan norma unexplained wealth penting untuk termuat dalam rancangan Undang-undang Perampasan Aset atau RUU Perampasan Aset. Payung hukum ini sedang menjadi wacana Dewan Perwakilan Rakyat untuk segera dibahas dan disahkan.
Norma unexplained wealth dalam konteks ini diartikan sebagai dugaan kepemilikan kekayaan secara tidak sah. "Norma ini penting untuk menyasar pejabat publik, termasuk anggota legislatif yang memiliki profil kekayaan tidak sesuai dengan pendapatan di LHKPN," ujarnya saat dihubungi pada Ahad, 7 September 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Dia juga mendorong DPR dan pemerintah untuk membuka draf RUU Perampasan Aset yang terbaru. Termasuk naskah akademik yang sudah disusun.
Dia menilai prinsip transparansi ini menjadi satu hal yang penting dalam proses penyusunan payung hukum. Wana mengatakan partisipasi publik harus dibuka seluas-luasnya agar menciptakan pembahasan yang bermakna.
"Jangan sampai draf RUU Perampasan Aset yang dibahas malah kontraproduktif dengan upaya pemberantasan korupsi," ujarnya.
Hal lain yang dianggap penting untuk masuk dalam RUU Perampasan Aset, kata dia, perihal penelusuran uang hasil tindak pidana. Wana mengatakan hal ini bertujuan untuk memberi efek jera bagi koruptor dalam penegakan hukum pidana korupsi.
Dia mengatakan penegakan hukum ihwal penelusuran uang hasil tindak pidana ini juga bisa dilakukan lewat UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun, kata dia, pengenaan UU TPPU oleh penegak hukum terhadap terdakwa kasus korupsi belum serius.
Padahal, kata dia, pemerintah bisa menggunakan payung hukum itu sementara waktu bila memiliki niat untuk memberikan efek jera ke koruptor. "Sambil secara paralel membahas RUU Perampasan Aset," ucapnya.
Di samping itu, Wana menduga wacana yang digulirkan kekuasaan membahas RUU Perampasan Aset hanya sebagai simbol meredam kritik publik. Apalagi, ujar dia, narasi mempercepat pembahasan RUU Perampasan Aset kerap muncul ketika ada protes dari masyarakat.
Dalam keterangan terpisah, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana bisa dilakukan setelah pembahasan revisi Undang-Undang KUHAP rampung.
Saat ini, proses pembahasan revisi UU KUHAP di Komisi III DPR masih dalam tahap menerima partisipasi publik. "Tetapi, kami sudah sampaikan ke pimpinan Komisi III bahwa ada batas limit yang mesti diselesaikan karena partisipasi publiknya sudah banyak dan cukup lama," kata Dasco.
Ia mengatakan pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana mesti dilakukan setelah pembahasan revisi UU KUHAP untuk menghindari potensi tumpang tindih peraturan. "Karena saling terkait," ujar politikus Partai Gerindra itu.