
Tren pembiayaan digital seperti pinjaman online (pinjol) dan layanan Buy Now PayLater (BNPL) masih menunjukkan pertumbuhan yang kuat. Namun, kenaikan ini dibarengi dengan meningkatnya risiko kredit bermasalah.
Pinjaman melalui platform P2P lending (pinjol) juga mencatat lonjakan signifikan. Per April 2025, nilai outstanding-nya tumbuh 28,72 persen yoy menjadi Rp 80,94 triliun. Namun di sisi lain, tingkat wanprestasi atau kredit macet juga turut meningkat.
"Tingkat TWP90 berada di level 2,93 persen per April 2025, dibandingkan pada Maret sebesar 2,77 persen," ujar Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sekaligus Pengawas Lembaga Pembiayaan, Agusman konferensi pers, Senin (2/6).
Untuk layanan BNPL yang disalurkan oleh perusahaan pembiayaan, pertumbuhan mencapai 47,11 persen yoy dengan total pembiayaan sebesar Rp 8,24 triliun per April 2025. Meski begitu, kualitas kredit juga menunjukkan penurunan, tercermin dari rasio NPF gross yang naik menjadi 3,74 persen dari posisi Maret yang sebesar 3,48 persen.

Ia menjelaskan, total piutang pembiayaan oleh perusahaan multifinance naik 3,67 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada April 2025, mencapai Rp 504,18 triliun.
Meski tetap tumbuh, laju pertumbuhan ini menunjukkan perlambatan dalam dua bulan terakhir dan bahkan mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm).
"Rasio pembiayaan macet (Non Performing Financing/NPF) gross April sebesar 2,43 persen, di Maret 2025 lalu 2,71 persen. NPF net 0,82 persen di April 2025, sedangkan bulan Maret lalu 0,80 persen. Gearing ratio turun jadi 2,23 kali, jauh di bawah batas maksimum 10 kali," kata Agusman.
Di sektor modal ventura, pembiayaan hingga akhir April tercatat naik tipis 1,04 persen yoy menjadi Rp 16,49 triliun. Namun jika dibandingkan bulan sebelumnya, yakni Maret 2025 yang mencapai Rp 16,73 triliun, terjadi sedikit penurunan.